Sebanyak 160 orang tewas dalam tiga bulan bentrokan antara militer dan kelompok etnis bersenjata di negara bagian Shan, Myanmar. Menurut pejabat senior Myanmar, pada Selasa (28/2), bentrokan terjadi di tengah upaya untuk memulai kembali perundingan perdamaian.

Lebih dari 20.000 orang telah mengungsi sejak pertempuran antara tentara dan beberapa kelompok etnis bersenjata meletus di dekat perbatasan Tiongkok pada akhir November.

Kerusuhan telah merebak di seluruh negara bagian Shan dan negara bagian Kachin. Kondisi ini menghambat upaya pemerintah Aung San Suu Kyi untuk mengakhiri dekade panjang konflik di perbatasan negara.

Serangan militer yang telah berlangsung sejak pertengahan 2016, semakin meningkat setelah beberapa kelompok bersenjata, yang dikenal sebagai Aliansi Utara, melancarkan serangan besar di Shan utara. Militer Myanmar lalu meresponsnya dengan artileri berat dan serangan udara.

Para ahli mengatakan pertempuran di daerah perbatasan menjadi sangat intens sejak 1980-an. Situasi itu telah mendorong PBB untuk memperingatkan terjadinya krisis kemanusiaan di daerah konflik, khususnya di Kachin, tempat sekitar 100.000 orang mengungsi sejak 2011, dilaporkan Suara Pembaharuan

Lebih jauh, kepala staf umum militer Myanmar memaparkan jumlah korban tewas akibat bentrokan. Paling tidak, ada 74 tentara, 15 polisi, 13 pejuang milisi pemerintah dan, 13 warga sipil dinyatakan tewas.

“Kami menemukan 45 mayat musuh dan menangkap empat orang,” kata Jenderal Mya Tun Oo di Naypyidaw, seraya berspekulasi bahwa ratusan pemberontak mungkin telah tewas dalam kekerasan itu.

Informasi tentang jumlah korban tewas muncul saat pemerintah Myanmar mempersiapkan untuk putaran kedua pembicaraan damai pada Maret. Negosiasi telah berulang kali dilakukan karena kebuntuan politik dengan kelompok-kelompok bersenjata.
 

Post a Comment

Powered by Blogger.